“Ta…tapi bagaimana kau
menghancurkan kegelapanmu itu Naruto?”
“Menciptakan
cahayaku sendiri. Karena kegelapan hanya dapat dihilangkan oleh cahaya bukan? Seperti hujan, awan akan terlihat gelap. Tetapi ketika matahari mulai muncul
dari persembunyiannya. Awan tidak akan terlihat gelap lagi dan juga…..”
“Hujan
akan takut untuk turun.”
~~~~~
Matahari
senja merambat turun dengan pasti. Setelah sepanjang hari berada dalam suhu
diatas 30 derajat celcius, akhirnya Konohagakure diguyur hujan. Hinata baru
saja menyelesaikan latihannya bersama Kurenai sensei saat melihat sinar lampu
motor yang menembus derasnya air hujan.
Hinata
mendapati Naruto yang tampak basah terkena air hujan. Ia memarkirkan motornya
tepat disamping Hinata yang sedang berteduh di depan gerbang menunggu Neji
datang menjemputnya.
Uzumaki
Naruto, 18 tahun. Ayahnya adalah seseorang yang paling dihormati di Konoha
dulu. Setahu Hinata, kedua orangtuanya meninggal saat ia masih kecil. Hinata
sangat salut dengannya, walaupun sejak kecil ia hidup sendiri, ia masih dapat
menikmati hidupnya layaknya anak lain. Sempat beberapa kali Hinata melihat
kalau dia masih berkumpul dengan genk bad boy nya bersama Sasuke, Gaara, Sai,
Kiba dan ya kakak sepupunya sendiri yaitu Neji.
Dan
juga…. Ia pemimpi yang sangat keras kepala. Auranya seperti mengatakan kalau
ada yang berani mencoba untuk menghentikannya, ia akan lebih bersemangat untuk
mendapatkan mimpi itu. Sudah 3 bulan ini ia selalu tak menyerah mengejar
mimpinya. Gadis putih dengan rambut biru kehitamannya yang sedang berdiri
menautkan kedua tangan di sebelahnya. Ya, dialah gadis yang membuat Naruto tak
berhenti bermimpi untuk memilikinya.
Hinata
hanya hidup bersama Neji di Konoha. Tidak seperti Naruto, ayahnya memang masih
hidup. Hinata adalah anak sulung dari
pemimpin klan Hyuga yaitu Hiashi Hyuga, sebagai anak sulung ia merupakan
pewaris utama klan. Karena posisinya sebagai pewaris, Hiashi memiliki harapan
yang tinggi pada Hinata dan ia memberikan latihan yang sangat melelahkan pada
Hinata. Namun kemajuan Hinata sangat lamban hingga ayahnya telah menganggap ia
gagal. Sebaliknya, ayahnya memilih untuk fokus dan mengembangkan adik Hinata
yang terbukti jauh lebih berbakat.
Karena masalah dengan ayahnya,
Hinata lebih sering menghabiskan waktu sendirian dan menangis karena gagal
menerima kepercayaan sang ayah. Karena itu, tujuan Hinata berlatih mati-matian
di Konoha bersama Neji kakak sepupunya, hanya untuk memperlihatkan bagaimana ia
dapat berkembang kepada sang ayah. Lagi pula ia tidak ingin kejadian dua tahun
lalu terulang kembali. Tanpa sadar Hinata memegang sesuatu di pergelangan
tangan kirinya.
“Kau…sedang apa disini?” Tegur
Naruto akhirnya. Sementara Hujan yang tadinya deras pun sekarang hanya tersisa
rintik-rintik saja.
Hinata
baru tersadar dari lamunannya dan menatap Naruto sekilas.
“A aku sedang…” seru Hinata gugup.
“Menunggu Neji?”
“O..oohh.. i.iya..”
Naruto membuka
blazer kuningnya, dan memberikannya pada Hinata, “
Ayo pulang !“
“ Eh .. eh tunggu ! aku sedang….menunggu…kalau dia datang…emmhh..
maksudku aku tidak ingin merepotkanmu Naruto-san.”
Sebenarnya Hinata belum percaya kalau ia menerima ajakan
Naruto akan pulang dengan selamat atau tidak. Itu yang Hinata pikirkan
sekarang. Naruto menoleh lemah ke Hinata di belakangnya .
“Kau tidak punya jam yah ? ini sudah hampir jam 5 dan kau
masih mau menunggu Neji? Aku yakin Neji pasti tidak akan datang. Udah engga ada
orang tau !“ Naruto menaiki motor besarnya dan menyalakan mesinnya agar Hinata
cepat memutuskan.
Hinata berjengit saat ingat obrolannya dengan Ino. Mendadak
bayangan para hantu liar yang ada di sekitar tempat latihannya melintas di
kepalanya . Hinata bergidik .
“T..t..Tungguuuuuuuu !” Hinata mengambil helm yang sudah ada
di tangan Naruto sejak tadi dan memakainya.
“Ayo, naiklah,”
Naruto pun tersenyum singkat. Dengan hati-hati Hinata menaiki motor Naruto.
Jantungnya berdebar-debar karena baru kali ini ia berada begitu dekat dengan
laki-laki selain ayahnya dan Neji. Walaupun ia sering bermain kerumah untuk
menemui Neji, tapi ia belum pernah sekalipun berinteraksi secara langsung
seperti ini.
Wajahnya dan tangannya berkeringat dingin karena gugup.
Hinata semakin mempererat pegangannya saat Naruto melajukan motornya cepat. Perasaan
aneh itu muncul. Bahkan semakin parah. Jantungnya berdebar-debar. Tangannya
berkeringat. Dan ada sesuatu yang aneh menggerayap di perutnya. Namun entah
kenapa Hinata menikmati perasaan itu. Dia tak mengerti apa yang sedang
dirasakannya. Semuanya terasa aneh. Sepertinya dia merasa aman oleh Naruto.
Padahal seharusnya dia waspada terhadap Naruto.
~~~~~
Naruto masih menatap langit kamarnya setelah ia mengantarkan
Hinata dengan selamat kerumahnya. Segalanya sepi. Sesepi hatinya yang tanpa
kehadiran seorang pun. Dia pun ingat akan sesuatu. Ia bangkit dari kasur
kemudian berjalan ke arah lemari. Tanpa banyak mencari ia telah menemukannya.
Sebuah bingkai foto. Disana terlihat ayahnya yang sedang memeluk ibunya dari
belakang. Naruto mendapatkan foto itu dari Kakashi sensei. Kakashi sensei juga
yang memberitahunya kalau itu adalah ayah dan ibunya.
“Ahhh aku merindukan kalian. Bagaimana kabar kalian? Ibu,
ayah aku sedang memikirkan seseorang. Coba kau ada disini ayah. Aku ingin
bertanya bagaimana caranya kau bisa mendapatkan hati ibu.”
Setelah menaruh bingkai foto itu ketempat semula, ia pun
merebahkan dirinya lagi dan membebaskan pikirannya untuk memikirkan gadis yang
setiap hari selalu mengganggu pikirannya akhir-akhir ini.
“Aahhh kau sangat mengganggu pikiranku Hinata. Tapi ini
menarik.”
~~~~~
Sudah
seminggu setelah kejadian itu, hubungan Naruto dengan Hinata semakin dekat.
Naruto selalu memberikan Hinata saat ia sedang latihan walaupun hanya dibalas
sebatas senyuman oleh Hinata. Sekarang bagi Naruto, ada alasan baginya untuk
tetap bertahan hidup lebih lama lagi karena mungkin rasa untuk melindungi
Hinata lebih besar daripada rasa untuk melindungi dirinya sendiri. Hinata
seperti cahaya dimana Naruto melupakan sejenak kegelapannya di masa lalu.
“Hei
Naruto!” teriak Kiba seraya menghampirinya.
“Yo!
Mana yang lainnya?”
Terlihat
Gaara, Sasuke, dan Neji menyusul di belakang Kiba.
“Hei
kau sudah mendahuluiku rupanya.” Kata Kiba.
“Maksudmu?”
“Maksudnya
Hinata.” Jawab Gaara to the point.
“Awas
saja kalau kau mempermainkannya Naruto.” Sergah Neji.
“Hahahah
kau terlalu serius Neji.” Sergah Naruto sambil merangkul bahu Neji ramah.
“Hei
dimana Sai?” Sasuke berbicara
“Sepertinya
pergi menemani Sakura, sepertinya kau harus menyusulnya Sasuke, kalo tidak….”
Gaara mulai memanas-manasinya.
“Aissshhhh!
Anak itu! Awas saja sampai macam-macam dengan pacarku.”
“Ha!
Baru calon wey!” ralat Gaara.
“Ya
sama aja. Aku pergi dulu ya!” Sasuke pun pergi
Tepat saat Sasuke pergi. Hinata yang sedang membaca buku
tidak sengaja melewati mereka dan memandang ke arah Naruto yang sedang berlari
mengejar Neji.
“Oh, hai,” sapa Naruto ramah. Hinata hanya membalasnya
dengan anggukan pelan kemudian mengalihkan padangan ke buku yang dia baca.
“Ingin pulang sekarang?” Tanya Neji yang kala itu sedang
berada di sebelah Naruto.
“Boleh tidak aku yang mengantarnya?” bisik Naruto ke Neji.
“Kenapa bertanya padaku? Memangnya dia mau?”
“Boleh aku mengantarmu nona? Kau bisa percaya padaku, aku
tidak akan macam-macam. Karena kalau tidak mungkin Neji akan membunuhku
hahaha.” Canda Naruto yang kesekian kalinya.
“Ah! Shit! Aku ada
janji dengan Gai sensei. Gomen
Hinata, sepertinya kau harus pulang dengan Naruto kali ini.”
“Oke, semangat ya!” seru Naruto sambil ber-hi5 dengan
Neji. Neji langsung pergi dari tempat itu setelah ber-hi5 juga dengan yang lainnya. Naruto melihat Hinata sejenak kemudian
tersenyum.
Sebelum
Naruto benar-benar mengantar Hinata pulang, ia mengajak Hinata berjalan-jalan
sebentar karena ini adalah kesempatannya untuk lebih dekat lagi dengan Ice
Princess-nya itu.
“Ini
bukan arah rumahku Naruto.”
“Memang.”
Jawab Naruto secukupnya.
“Ja..jangan
main-main! Turunkan aku disini!” Bentak Hinata mencoba berdiri dari motor
Naruto yang sedang malaju.
Melihat
perlakuan Hinata, ia pun menarik tangannya dan mengunci tangan kiri Hinata di
genggamannya, “Terlalu berbahaya nona!”
Untung
saja Naruto tidak melihat kebelakang saat ini karena Hinata yakin wajahnya
sudah berubah menjadi tomat.
“Perasaan apa ini?”
Hinata mulai merasakan getaran aneh itu lagi.
“Tunggu….” Kata Naruto menggantung
ketika ia menyadari ada sesuatu di pergelangan tangan Hinata. Dengan gerakan
halus ia usap pergelangan tangan mungil itu.
“Tanganmu…. kenapa?” tanya Naruto heran.
“Kenapa Naruto bertanya seperti itu? Tanganku? Eh? Ada apa” batin Hinata bingung. Dia kaget setelah teringat tangan
kirinya yang tidak memakai jam tangannya. Tangannya tiba-tiba terasa dingin.
Napasnya pun memburu. Buru-buru Hinata menarik tangan kirinya dari genggaman
Naruto. Sayang itu semua sia-sia. Naruto sudah terlanjur mengunci tangannya
kuat.
Titik demi titik air yang di
keluarkan oleh langit hari itu semakin lama semakin deras. Sepertinya penguasa
langit sedang tidak bisa memaafkan penduduk sekota karena terlalu lupa oleh
waktu dengan pekerjaan-pekerjaan mereka yang hanya menyisakan peluh di dahi.
Naruto dan Hinata memutuskan untuk
berteduh di deretan toko-toko kosong di pinggir jalan. Ini adalah kedua kalinya
mereka bersama dalam gelapnya awan serta lolongan petir yang memekikan telinga
seakan tahu suasana hati mereka yang sedang gusar satu sama lain. Beberapa kali
Hinata memejamkan mata saat suara petir mulai bergemuruh.
“Kau tidak apa-apa Hinata?” Tanya
Naruto yang saat ini sedang melepaskan jaketnya.
“Ini pakailah! Anginnya kencang
sekali, kau bisa sakit.” Kata Naruto sambil meberikan jaketnya.
“Tidak usah Naruto. Aku tidak….”
Duarrr! Jegerrrr!!
Hinata memejamkan matanya lagi.
Untuk kesekian kalinya Hinata kaget karena suara petir yang terus bersahut-sahutan.
Naruto yang melihat Hinata sepeti
itu langsung memakaikan jaket ke bahu Hinata dengan tangan kirinya dan
menggengam erat tangan Hinata yang mulai kedinginan dengan tangan kanannya.
“Kau ini pemalu sekali. Jangan canggung
begitu di depanku! Atau kau tidak berniat kenal lebih jauh tentang aku, Setiap
kali bertemu kau hanya diam saja hahaha” canda Naruto memulai pembicaraan. Tapi
situasi ini…. kenapa tubuhnya tidak bergerak sedikit pun dan tidak menolak
perlakuan Naruto…. Seperti Hinata yakin kalau Naruto dapat melindunginya.
“Baiklah, aku mengerti. Kau itu agak
mirip dengan Neji. Dia itu hanya akrab dengan orang terdekatnya. Di luar itu,
dia akan tampak amat pemalu dan canggung. Terutama pada wanita. Ahhh aku sangat
gemas saat dia mendekati Ten Ten.” kata Naruto. Hinata hanya tersenyum tipis. Namun
ada hal aneh terjadi. Kupu-kupu itu hidup kembali dalam perutnya.
Hinata merasakan hal yang aneh. Ia melirik sedikit ke arah
Naruto. Namun dia tersentak dan mengalihkan pandangannya begitu tahu Naruto
terus memandanginya—dalam jarak yang terbilang dekat.
“Kenapa dia melihatku seperti itu?” batin Hinata takut.
“Tanganmu…. ” Naruto
mulai mengungkit hal yang sempat terpotong saat di motor tadi.
“Apa itu luka? Kau pernah mencoba bunuh diri Hinata?” tanya
Naruto sambil memandangi bekas sayatan pada tangan Hinata dengan lekat.
Deg deg deg deg deg
Jantungnya berdetak kuat. Membuatnya
khawatir Naruto akan mendengarnya. Tangannya semakin dingin. Dan kupu-kupu
itu—makin liar menggerayapi perutnya.
“Lepaskan aku Naruto! A..Aku tidak apa-apa..” seru Hinata
parau hendak menarik diri dari Naruto. Keringat dingin keluar dari wajahnya.
“Aku mohon, jangan usik kejadian itu lagi!” jerit Hinata dalam hati.
“Kau memendam sesuatu? Bekas lukamu itu mengerikan sekali,”
komentar Naruto. Hinata pandangi bekas
lukanya sendiri karena baginya percuma juga menyembunyikan luka itu sekarang.
Naruto sudah melihatnya.
“Itu… masa lalu…” gumam Hinata setengah berbisik.
“Ternyata kau ini nekat melakukan hal-hal terlarang seperti
bunuh diri. Kau juga harus berpikir tentang orang-orang yang sangat
menyayangimu. Tindakan itu, tidak hanya akan membunuh dirimu sendiri. Tapi bisa
saja membuat orang lain menderita,” kata Naruto sambil memandang ke langit
melihat awan yang terus menerus mengeluarkan bulir-bulir intannya.
“Orang tuaku…” gumam Naruto. “Mereka meninggal saat aku
lahir,” gumam Naruto lirih. Hinata tercengang mendengar ucapan itu. Dia
pandangi wajah Naruto yang murung.
“Aku tahu itu Naruto-san”
batin Hinata.
“Kenapa bisa?” Tanya Hinata yang tak bisa menghentikan rasa
penasarannya. Ada jeda sesaat sebelum Naruto buka mulut.
“Hahaha aku yang harusnya bertanya
seperti itu Hinata-chan. Mengapa kau berniat untuk…ya emh bunuh diri?”
“Aku… aku… aku benci ayahku! Aku
benci diriku yang lemah! Apa kau tidak pernah merasakan kalau hidup ini tidak
adil Naruto? Hiks-“ Jawab Hinata parau karena kali ini ia tidak dapat menahan
airmatanya keluar lagi. Naruto sedikit kaget karena ini pertama kalinya Hinata
berbicara dengan kalimat yang panjang kepadanya dan baru kali ini juga Naruto
melihatnya menangis.
“Ya! Setidaknya aku pernah merasakan
hidup ini kadang tidak adil Hinata…”
“Ayahku sangat keras
melatihku, itu sangat melelahkan. Aku lelah Naruto… lelah… sampai aku sudah
tidak peduli lagi dengan apa yang aku lakukan. Kadang…. Aku iri dengan caramu menjalani hidup hiks-“
“Kau tidak perlu iri denganku..
Semua orang pasti punya kegelapannya sendiri. Aku misalnya, aku tidak punya siapa
pun yang bisa mendukungku. Mungki itu cara ayahmu untuk terus mendukungmu agar
kau lebih giat berlatih. Masalahnya sekarang bagaimana kau dapat menghancurkan
kegelapan itu..” jelas Naruto lebih untuk dirinya sendiri.
“Seharusnya kau
tidak perlu membenci ayahmu. Kau tau Hinata, mereka, ayah dan ibu adalah sosok
yang paling berharga dalam hidupku. Kau telah salah karena membencinya. Tapi
walau bagaimanapun aku tidak akan membuatmu menyayat nadi-mu lagi.” Naruto pun
memeluknya erat seakan ingin memberi kekuatan lebih besar lagi kepada Hinata.
“Naruto… aku ingin
menjadi seseorang yang mendukungmu sekarang.” gumam Hinata pelan.
“Hahaha benarkah?
Yasudah kalau itu maumu.”
“Ta…tapi bagaimana
kau menghancurkan kegelapanmu itu Naruto?” Tanya Hinata
“Menciptakan cahayaku sendiri.
Karena kegelapan hanya dapat dihilangkan oleh cahaya bukan? Seperti hujan, awan
akan terlihat gelap. Tetapi ketika matahari mulai muncul dari persembunyiannya.
Awan tidak akan terlihat gelap lagi dan juga…..” Naruto menambahkan jeda saat
di menghapus pelan air mata di mata Hinata.
“Hujan akan takut untuk turun.”
Lanjutnya.
~~~~~
Naruto
mendadak membuka matanya saat dia teringat sesuatu. Dia harus menjemput Hinata
sekarang. Ya, perjuangannya meyakinkan Hinata kalau dia benar-benar menyayangi
gadis itu masih ia lanjutkan hingga hari ini. Rencananya Naruto akan
mengungkapkan isi hatinya hari ini.
Sesampainya
dirmah Hinata, ia memencet bel berkali-kali sampai gadis lugu-pendiam itu pun
membuka gerbang dan berteriak berpamitan dengan Neji.
“Neji-kun aku
berangkat dengan Naruto-san ya?!” seru Hinata sambil memakai helm yang
diberikan Naruto.
“Hati-hati!”
terdengar jawaban dari dalam rumah Hinata.
“Ohayou my
princess!” sapa Naruto ramah sambil genit mengedipkan sebelah matanya.
“Kita sudah
terlambat Naruto-san. Cepatlah!” kata Hinata yag berniat ingin marah-marah
karena Naruto datang terlambat. Tetapi menurut Naruto, Hinata tidak seperti
sedang membentaknya. Sepertinya karena suaranya yang memang lembut.
“Ahhh
sebentar! Aku ingin bicara….. aku… aku… “ Naruto mulai merutuk dirinya sendiri
dalam hati. kenapa kali ini ia yang menjadi gugup.
“Cepat katakan!
Dan kita akan langsung berangkat.” Perintah Hinata sambil menatap Naruto
serius.
“Yasudah kita
berangkat saja. Ayo!” kata Naruto sambil menarik tangan Hinata.
“Aku ingin kau mengatakannya dengan sungguh-sungguh
sekarang!” Hinata membulatkan matanya, wajahnya terlihat serius. Ya, terlihat
semakin lucu dengan sikap seperti itu. Karena Naruto belum pernah menyangka
kalau Hinata berani menatapnya matanya seperti ini.
“Tidak usah. Ayo!” sahut Naruto pura-pura tidak mengerti. Hinata
berdecak sambil menyilangkan tangannya di dada. Naruto semakin ingin tertawa
melihatnya.
“Katakan sekarang atau tidak sama sekali,” ucapnya tegas.
“Mengatakan apa Hinata-chan?”
“Oh, jadi begitu? Yasudah LUPAKAN SAJA!”
“Kimi ga suki desu
” ucap Naruto pelan.
“Apa? Aku tak mendengarnya.”
Naruto menarik Hinata ke dalam pelukanku dan berbisik di
telinganya.
“Daisuki yo,
onaji kimochi o kanjite kai?”
“Hehehehe, Hai’ suki desu!” Hinata mengeratkan pelukannya.
‘Kau itu
cahayaku Hinata, aku tidak akan dapat menghacurkan kegelapanku tanpamu.” Naruto melepaskan pelukannya dan perlahan mendekatkan
wajahnya ke wajah Hinata yang sekarang merona merah. Sampi tiba-tiba Neji ada di depan mereka
berdua. Naruto dan Hinata yang mengetahui kedatangan Neji langsung saling
menjauhkan diri satu sama lain.
“Kalian belum berangkat? Ku kira kalian… dan tadi itu… apa?”
Tanya Neji dengan wajah yang penuh tanda tanya.
“Sekarang kau tak perlu cemas dengan Hinata. Karena…”
“Jangan bilang kalian berdua……”
Hinata pun tersenyum malu saat Neji mengatakan itu.
‘Cup!’
Tepat saat itu juga Naruto memperjelas kalimat Neji yang
sempat tergantung. Ia mengecup pelan bibir Hinata. Hinata membeku ditempatnya.
“Ya. Apapun yang kau pikirkan itu benar Neji.”
“Hya! NARUTO! PERVERT! Kau seharusnya tidak melakukan itu di
depanku!” teriak Neji sambil berlari mengejar Naruto.
Naruto yang tahu hal itu langsung melarikan diri untuk
menghindari Neji. Hinata masih terlalu kaget untuk bisa menormalkan kembali
pikirannya.
“Naruto…….” Itulah satu-satunya kata
yang dapat dilontarkan oleh Hinata saat ini.
Darkness cannot drive out darkness: only light can do that.
Hate cannot drive out hate: only love can
do that. Martin
Luther King Jr.
Untuk para Readers tolong komentarnya yaaaa~~~ Arigatou!! ^^
Untuk para Readers tolong komentarnya yaaaa~~~ Arigatou!! ^^